Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Kami ucapkan selamat datang di forum para Perangkai kata, semoga kita bisa sama-sama belajar menuangkan kata untuk kita rangkai menjadi karya. Bukan sembarang karya, tapi semoga menjelma menjadi karya yang luar biasa demi menggapai ridha-Nya.

Blog ini sekaligus sebagai arsip dari rangkaian kata yang saya posting di sebuah group yang saya kelola di jejaring sosial Facebook. Bagi temen-temen yang belum sempat membaca, disini kami sajikan yang lebih lengkap.

Selamat menikmati sajian ilmu dari kami... saran dan kritik selalu dinanti.

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Salam,
Ibnu Abdul Rochman


Kamis, 07 Januari 2010

Ayahku Dalam Pandangan Mata Kecilku

Assalamu’alaikum..

Apa kabar para perangkai kata? Masih tetap semangat dengan rangkaian kata indahnya? Semoga apa yang kita rajut bersama tidak sampai menafikan-Nya. Amin.

Ada sekelumit kisah yang sebenarnya mungkin tidak begitu penting untuk dipaparkan di sini. Namun, apa yang akan kutorehkan semoga bisa dijadikan ibrah untuk kita semua, dan sebelumnya aku mohon ampun kepada Allah Subhanahu wata’ala karena membuka tabir yang telah ditutup-Nya sempurna.

Sebagaimana kita tahu bahwa seorang ayah pasti sangat berperan penting dalam kehidupan keluarganya. Untuk kelangsungan hidup istri dan anak-anaknya. Bagaimana seorang ayah rela mengorbankan waktu dan seluruh kemampuannya untuk mencari nafkah, bekerja membanting tulang, memeras keringat untuk anak dan istrinya. Betapa sang ayah yang begitu bertanggung jawab ketika harus mencarikan uang untuk biaya sekolah anaknya, untuk obat ketika sakit buah hatinya, dan segala macam kebutuhan dia pikul sendiri dalam memenuhinya.

Karena begitu sibuknya kadang sang ayah lupa, bahwa ada si mungil yang membutuhkan perhatian dan belaian kasih sayangnya. Ada anak-anak yang perlu semangat dan dorongan untuk membuatnya semangat menghadapi kehidupan barunya bersama teman-teman di luar sana. Teman-teman di sekolah, teman bermain di sekitar rumah, dan sebagainya. Dimana seorang ayah karena kelelahan dalam mencari nafkah, sehingga pasrah dengan sang ibu dalam mendidik dan mengasuh anaknya, sedang ia lupa bahwa seorang anak juga butuh figur seorang ayah yang bisa bercanda, tertawa dan menjadi teman akrabnya untuk berbagi cerita segala sesuatu yang dialaminya dilingkungan selain di rumahnya.

Begitupun diriku yang tidak bisa berakrab ria dengan ayahku. Aku merasakan bahwa lebih nyaman ketika bertukar cerita dengan ibu. Ibu yang menjadi curahan hati, tumpuanku ketika nyeri. Dibenakku waktu itu, ayah adalah sosok yang sangat menakutkan, mungkin tidak cuma aku. Adikku juga merasakan itu. Beliau temperamen. Sekali melakukan kesalahan, bentakan pasti kami dapatkan, cubitan sampai pukulan pernah kami rasakan.

Pikiran kecilku waktu itu belum bisa memahami apa maksud dari didikan ayahku yang seperti itu. Apakah itu untuk kedisiplinan atau apa, tapi yang tertanam dalam alam bawah sadarku adalah, ayahku seorang yang galak, pemarah dan hal negative lainnya yang membuatku takut berlama-lama dengannya.

Ibu tak bisa berbuat apa-apa. Beliau hanya diam tanpa kata ketika melihat ayah sedang menceramahi kami, paling setelah ayah selesai dengan marah-marahnya dan berlalu, barulah ibu menasehati kami, menenangkan kami, membesarkan hati kami.

Ayah juga ketat dalam hal televisi. Pernah suatu ketika, kami ketahuan nonton televisi di rumah tetangga. Waktu itu masih SD kira-kira. Ayahku marah dan membawakan pelepah kelapa untuk memukul kami. Kami sempat dipukul, meski tidak sampai berdarah. Tapi Alhamdulillah, setega-teganya ayah, tak pernah dia memukul atau menampar muka.

Kadang aku iri dengan anak lain yang bisa begitu akrab dengan ayahnya, bermain, bercanda, dan sebagainya. “Ah, semua ayah punya caranya sendiri untuk mendidik buah hatinya”, pikirku setelah aku dewasa.

Dalam perkembangannya, seorang anak yang mendapat perlakuan kasar dari orang tuanya bisa menyebabkan hal-hal yang tidak baik di masa dewasanya. Begitulah tulisan yang pernah kubaca. Ada yang menjadi krisis kepercayaan atau kurang percaya diri, tertutup dan susah bergaul serta bersosialisasi dengan orang lain, dan masih banyak lagi akibat buruk lainnya.

Begitulah diriku, kadang aku merasa kurang percaya diri ketika berhadapan dengan orang yang belum aku kenal, bahkan sampai sekarang aku tidak bisa berdiri lama-lama di depan orang banyak alias demam panggung. Pernah juga terbersit, apakah ini ada hubungannya dengan cara ayah mendidikku waktu kecil?
“Wallahu a’lam, semua atas kehendak Allah”, pikirku.

Para sahabat pena, itulah sosok ayah di mataku, seorang anak kecil yang belum bisa berpikir tentang metode mendidik anak yang benar. Itulah sepenggal cerita tentang ayahku dalam pandangan mata kecilku, tentunya pandanganku berubah seiring waktu yang telah mengajariku. Betapa, bagaimanapun caranya seorang ayah mengekspresikan cintanya, tetaplah ia berbuat yang terbaik untuk anak-anaknya, yang kadang bisa dirasakan manfaatnya ketika si anak telah dewasa dan itulah yang aku rasakan sekarang.

Pesanku kepada para ayah, calon ayah dan para lelaki yang kelak menjadi seorang ayah, jadikan anak-anakmu sebagai teman bagimu. Bimbing mereka dengan penuh kasih sayang, penuh kehangatan dan penuh keakraban. Ekspresikan cintamu dengan lembut, menyejukkan hingga mengalir dan membasahi setiap relung-relung hati mereka. Semoga kebahagian selalu tercipta dalam keluarga. Semoga kalian semua selalu terselimuti rahmat cinta-Nya. Amiin.


^^BERAWAL DARI KATA SEMOGA MENJELMA MENJADI KARYA^^


Wassalamu’alaikum..



Ibnu Abdul Rochman

Tidak ada komentar: